Sejak Mei 2017, Toraja telah berhasil membuat aku jatuh hati. Tidak seperti kota lain yang hanya ditinggali oleh manusia hidup, Toraja mendapatkan julukan “kota orang mati“. Dan setiap menyebut nama kota ini, ada satu kerinduan yang menggebu, ada hawa hangat yang diam-diam menyelimuti ingatan. Ah lagi-lagi aku rindu kota ini.
Perjalanan Ke Toraja yang Selalu Terasa Singkat
Sebenarnya perjalanan ke Toraja tidak singkat. Hanya saja selalu terasa singkat. Sejak 2017 hingga 2019, tercatat ada 6 kali aku rutin mengunjungi kota ini. Malah pada 2018-2019 hampir setiap tiga bulan sekali aku datang ke kota yang bersejarah ini. Dan aku selalu merasakan jatuh cinta setiap datang ke kota ini.
Satu hal yang selalu terlintas dipikiranku : bagaimana bisa mereka bertahan dengan budayanya ditengah semua mederenisasi?
Aku masih ingat kenapa dulu sangat tertarik dengan kota ini, karena pemakaman adatnya yang disebut rambu solo’ mampu menelan biaya milyaran rupiah. Tidak hanya itu, cerita adanya mayat berjalan di Toraja dan tinggal bersama mayat merupakan alasan-alasan yang membuatku tidak pernah bosan mengunjungi Toraja.
Tiga Upacara Adat Toraja
Toraja di kenal dunia sebagai kota orang mati yang hidup. Masyarakat Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sebuah perpisahan dan tidak perlu ditangisi. Bagi orang Toraja kematian merupakan sesuatu yang luar biasa dan harus dipersiapkan.
Setidaknya ada 3 upacara adat yang pernah aku saksikan saat di Toraja :
- Rambu tuka’
Rambu tuka’ merupakan upacara adat yang berhubungan dengan acara syukuran seperti pernikahan. - Rambu solo’
Berbeda dengan rambu tuka’ yang merupakan acara untuk momen Bahagia, rambu solo’ merupakan upacara adat untuk matian masyarakat Toraja. - Ma’ Nene’
Pernah mendengar ritual mayat berjalan Toraja? Sejujurnya saat melihat upacara adat ini untuk pertama kalinya ada rasa kagum sekaligus ngeri yang datang bersamaan. Apalagi saat itu aku pergi ke Toraja seorang diri hanya untuk menyaksikan bagaimana upacara adat langka yang hanya 3 tahun sekali ini di gelar.
Toraja Bukan Hanya Tentang Kuburan
Sejujurnya aku ingin mematahkan pendapat bahwa Toraja hanya sebatas wisata “kuburan”. Padahal di Toraja ada banyak sekali tempat wisata dan coffee shop yang bisa kalian kunjungi.
- Ke’te Kesu
Ke Toraja rasanya kurang lengkap jika tidak mengunjungi Ke’te Kesu. Ke’te kesu merupakan suatu desa wisata yang dikenal karena kehidupan tradisional masyarakatnya dan situs peninggalan purbakala yaitu kuburan yang berusia lebih dari 500 tahun. - Erong Lombok Parinding
Erong Lombok Parinding merupakan cagar budaya Toraja berupa kuburan kuno berumur kurang lebih 700 tahun. Di Erong Lombok Parinding ini kalian bisa melihat erong (peti kuno) dengan berbagai ukiran. Secara administratif Erong Lombok Parinding ini berada di Toraja Utara - Desa Landorundun
Menurut cerita masyarakat, dahulu kala di desa ini hidup seorang putri bangsawan cantik bernama Putri Landorundun dengan rambut panjang bak rapunzel. Nah jika kalian ingin menginap di rumah tongkonan, Tongkonan Kale Landorundun bisa menjadi pilihan tepat. - Kampung Ollon
Kampung Ollon dijuluki sebagai surge tersembunyi di Toraja. Kampung Ollon beradi di bawah wilayah administrasi desa Buakayu, Kecamatan Bonggakaredeng, Kabupaten Tana Toraja. Untuk menuju kampung ini dari Makalen (pusat kota Tana Toraja) diperlukan waktu tempuh sekitar 4 jam. Bagi penggemar motor trail, mengunjungi Kampung Ollon tentu akan menghadirkan pengalaman tersendiri.
Oh iya ada sedikit cerita lucu ketika aku berkunjung ke Kampung Ollon untuk kedua kalinya. Saat itu aku menjadi guide untuk orang lokal. Nah loh, turis jadi guide? Hehehe. - Toraja Art Coffee
Salah satu coffee shop yang paling aku suka di Toraja adalah Toraja Art Coffee. Toraja sebagai surge kopi juga bukanlah sebuah dongen belaka. Karena pada kenyataannya kopi Toraja sudah diakui oleh dunia. Bahkan 70% kopi Toraja Sapan dengan kualitas terbaik sudah di ekspor ke luar negeri. Lalu dimana mendapatkan kopi Toraja Sapan asli dan berkualitas terbaik? Salah satu tempat paling terpercaya untuk mencicip kopi ini adalah Toraja Art Coffee.
Tertarik berwisata ke Toraja? Aku sarankan kalian bisa pergi pada bulan Agustus dan Desember. Pada bulan Agustus jika kalian beruntung kalian bisa mendapatkan upacara adat langka ma’nene’. Sedangkan pada bukan Desember, ada banyak sekali rambu solo’ yang di gelar.
Semoga suatu hari bisa ke Toraja juga, nih. Pengin mengunjungi desa tradisional di Ke’te Kesu.