Teman-teman suka lihat nggak desain interior rumah dengan hastag desain rumah minimalis di Instagram? Seneng sih lihat rumah yang cantik-cantik seperti itu. Banyak tanaman yang indah-indah, bantal warna-warni, figura-figura di dinding hingga seabrek hiasan lucu-lucu.
Benarkah itu yang disebut minimalis? Setidaknya dari harga, tampaknya gaya seperti itu jauh dari minimalis ya.
Jadi yang minimalis itu yang seperti apa?
Desain Minimalis = Desain Fungsional
Gaya hidup minimalis kayanya sekarang mulai banyak dilirik orang. Sejak Marie Kondo memperkenalkan metode beberes rumah Konmari dalam bukunya The Life-Changing Magic of Tidying Up tahun 2011 (diterjemahkan Bentang tahun 2016), semangat untuk ‘buang-buang’ barang mulai menular di seluruh dunia.
Mencoba untuk hidup dengan sedikit barang ternyata membantu banyak orang untuk lebih menikmati hidup. Barang yang banyak itu tanpa disadari bikin beban hidup kita yang sudah berat ini jadi makin berat.
Pada dasarnya gaya hidup minimalis ini sebenarnya bukan sekedar kegiatan beberes rumah biasa. Tapi merupakan perubahan dan cara pandang terhadap hidup secara keseluruhan. Mungkin itu sebabnya, prosesnya tidak bisa instan.
Belajar Mengenai Gaya Hidup Minimalis
Selain Marie Kondo, ada 2 orang lain yang juga punya malang-melintang mengenai gaya hidup minimalis. Buku keduanya laris manis di toko buku saat ini. Fumio Sasaki dan Francine Jay mengeluarkan buku setipe tapi dengan cara pandang yang berbeda-beda.
Fumio Sasaki mengeluarkan bukunya Goodbye Things, Hidup Minimalis ala Orang Jepang. Terbit aslinya di Jepang tahun 2015 dan diterjemahkan Gramedia tahun 2018. Selain berisi 55 + 15 tips gaya hidup minimalis, Fumio juga bercerita banyak mengenai filosofi dibalik perlunya kita hidup secukupnya. Lengkap dengan manfaat yang ia rasakan setelah menjalani hidup minimalis selama bertahun-tahun.
Sementara Francine Jay menuliskan Seni Hidup Minimalis, Petunjuk Minimalis Menuju Hidup yang Apik, Tertata dan Sederhana. Aslinya tahun 2010 dan diterjemahkan Gramedia tahun 2018.
Saya suka Francine Jay karena ia berbeda dari Marie Kondo dan Fumio Sasaki yang masih single saat menulis bukunya. Francine pandangannya lebih membumi soal hidup minimalis karena ia adalah seorang ibu yang hidup dengan anak-anak kecil. Rumah yang selalu berantakan, anak-anak yang berlarian dan membutuhkan banyak permainan dan pernak-pernik, tentunya punya standar minimalis yang berbeda dengan orang yang single.
Tips Beberes Rumah Minimalis
Berikut beberapa tips beberes rumah ala mereka yang mungkin bisa jadi inspirasi untuk memulai beres-beres:
-
Marie Kondo
Mungkin Anda mengenalnya sebagai orang yang hobi-hobi buang-buang barang. Tapi sebenarnya banyak tips bagus lain dibalik konsep buang-buang barang ala Konmari ini.
Berbenah itu jangan sedikit-sedikit. Ini konsep yang agak brutal sebenarnya. Kita disarankan buat beberes secara tuntas dalam 1 waktu.Karena cenderung nggak akan beres-beres kalau dilakukan separuh-separuh.
Ikhlaskan barang yang tidak ‘spark joy. Intinya barang yang sudah tidak terpakai, perlu ditumpuk-tumpuk sampai bulukan. Ikhlaskan saja untuk dimanfaatkan orang lain.
Jangan lupa untu menyimpan barang berdasarkan kategori, bukan lokasi. Marie Kondo membagi kategori barang menjadi pakaian, buku, kertas, pernak-pernik, dan benda kenangan.
Dan pastikan untuk mulai dari barang-barang sendiri. Walau bisa jadi barang yang paling ingin disingkirkan adalah barang anggota keluarga lain, tapi sebaiknya kita mulai dari barang-barang pribadi sendiri. Usahakan setiap orang merapikan barang-barang mereka sendiri.
Prinsip penting lain dalam merapikan rumah adalah “Mudah menyimpan, bukan mudah mengambil.” Penyebab situasi berantakan menurut Marie adalah karena mengembalikan barang begitu merepotkan atau tempat penyimpanannya memang tidak jelas. Jadi pastikan prinsipnya untuk mudah mempermudah proses penyimpan barang.
“Dengan membereskan rumah, kita sekaligus membereskan urusan dan masa lalu kita.” – Marie Kondo
-
Fumio Sasaki
Dalam bukunya, Fumio banyak memberikan tips-tips praktis untuk langsung praktek beberes rumah. Tidak perlu harus dalam 1 waktu seperti Marie Kondo, tapi bisa bisa dilakukan sebagai proses selama jangka waktu yang lama.
Perhatikan untuk mulai mengurangi barang kembar. Nggak perlunya punya 2 lusin polpen, atau 4 buah gunting kuku yang tersebar di tempat terpisah misalnya.
Untuk barang-barang yang berkesan dan berat hati untuk dibuang – walau tidaklah benar-benar diperlukan, cukup didokumentasikan saja. Foto karya anak-anak, surat-surat yang berkesan, atau hadiah-hadiah. Barang-barang seperti ini tidak perlu selalu disimpan fisiknya.
Agar tidak kesulitan mengurangi barang, bisa dicoba dengan mengurangi tempat penyimpanan. Kalau istilahnya Fumio, berantas dulu sarangnya (tempat penyimpanan) baru hamanya (barang-barang yang membuat berantakan).
Jangan malu meminjam barang. Nggak semua harus dimiliki sendiri, jadilah makhluk sosial dan berakrab-akrab dengan tetangga untuk meminjam satu dua barang yang hanya sekali dibutuhkan.
“Kebahagiaan yang mampu kita rasakan mempunyai batas. Barang yang harganya diluar kewajaran tidak akan membuat kita bahagia melampaui kewajaran. Cincin seharga 50 ribu tidak akan membuat kita lebih senang 5x lipat dibanding cincin seharga 10 ribu.” – Fumio Sasaki
-
Francine Jay
Saya suka cara Francine Jay membagi kategori barang. Ada barang fungsional, barang dekoratif dan barang emosional. Jadi tidak selalu semua barang harus fungsional. Bagaimana pun kita butuh barang-barang untuk pemanis ruangan.
Menyukai tidak berarti harus memiliki. Prinsip ini ternyata tidak hanya berlaku dalam dunia percintaan saja ya. Tapi juga untuk hal-hal yang berhubungan dengan barang-barang kepemilikan.
Misalnya kita memang suka kopi sih. Tapi sepertinya tidaklah terlalu perlu untuk membeli mesin pembuat cappucino yang hanya akan dipakai sesekali karena kita pada akhirnya lebih memilih pergi ke kedai kopi langganan.
Sistem menyimpan menurut Francine cukup ada 3. Tempat penyimpanan Inner Circle untuk barang-barang yang sering digunakan. Bisa dipilih tempat yang mudah terjangkau tangan kita. Yang ke-2, tempat penyimpanan Outer Circle untuk barang-barang yang dipakainya di atas 1 minggu sekali. Bisa disimpan di tempat laci teratas atau terbawah. Sementara Deep storage adalah tempat penyimpanan di luar ruangan seperti gudang, loteng atau garasi. Biasanya untuk barang-barang yang mungkin hanya dipakai sekali dua kali dalam 1 tahun.
Jangan malas untuk memberi label penamaan pada tempat-tempat penyimpanan. Tujuannya agar orang lain juga mudah untuk menemukannya.
“Kita merasa tidak pernah punya cukup waktu, mungkin barang-barang kitalah penyebabnya.” – Francine Jay
Ayo Hidup Minimalis
Setelah membaca beberapa tips di atas, kita tidak perlu menelannya bulat-bulat. Bagaimana pun, urusan menata dan kepemilikan barang sangatlah personal. Harus disesuaikan dengan pribadi masing-masing.
Apakah gaya Marie Kondo yang cocok untuk saya? Atau mau nurut sama gaya ekstrimnya Fumio Sasaki? Atau lebih tertarik nyontek stylenya Francine Jay? Tidak masalah. Anda bisa juga menciptakan gaya minimalis Anda sendiri. Menata rumah yang minimal, tapi gue banget!
Bagaimana? Tertarik segera mau bongkar-bongkar barang? Mumpung sekarang lagi banyak waktu di rumah karena pandemi, kita bisa manfaatkan untuk beres-beres maksimal.
Bukan tidak mungkin, dengan beberes rumah secara tuntas, gaya hidup dan pandangan kita jadi ikut berubah menjadi lebih baik.
minimalis = fungsional, setuju banget nih mba, aku juga seneng nontonin desain rumah minimalis,
5
Saya punya bukunya
Belum sepenuhnya saya praktikkan
Padahal banyak barang yang sekadar jadi koleksi
Kalau katanya Fumio Sasaki rumah bukan museum, jadi nggak perlu nyimpen barang koleksi. Duh, dia nggak tau apa ibu-ibu kebahagiaannya ada yang dari koleksi panci yang dibeli tapi nggak dipakai. Ha…ha…
Bagus juga ini minimalis membuat rumah jadi bersih. Berpikir pun mungkin jadi bisa lebih jernih ya mb…
Berdasarkan pengalaman beberes di rumah sih iya banget. Seneng aja lihat rumah rada kosong dan lega.